Selasa, 17 April 2018

Menghina dan Melecehkan Agama

Menghina dan Melecehkan Agama
Oleh: Salma Faizah Arrosyidah

Menghina ialah perbuatan tercela apapun macam dan bentuknya, kepada siapapun ditujukan. Minimal itu adalah sebuah kedzoliman kepada sesama hamba dan klimaksnya adalah sebuah kekufuran yang menyebabkan status seseorang berubah dari muslim ke kafir bahkan hukumannya adalah dibunuh tanpa harus diminta untuk bertaubat dan meminta maaf.
Akhir-akhir ini umat islam diresahkan dengan ucapan seorang penghina syari’at islam yang berhasil mengundang amarah. Bagaimana tidak, yang dihina bukanlah hal yang remeh melainkan agama islam yang mulia yang dinaungi oleh rahmat-Nya. Maka dari itu kita dituntut untuk berhati-hati menjaga lisan kita. Islam telah mengajarkan umatnya agar selalu berkata-kata yang baik dan bermanfaat dan melarang berkata kotor dan menyakiti hati orang lain.

Definisi

الإستهزاء menurut Bahasa ialah dari kata الهَزء yang artinya olok-olok, cemooh, ejekan. Menurut istilah ialah menampakkan perbuatan atau perkataan secara sengaja untuk mencela agama, memandang remeh dan menghina Alloh dan Rosul-Nya.

Dalil Tentang Istihza’
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah, "Apakah dengan Allah. Ayat - ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?” Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At-Taubah: 65-66)

Sejarah Istihza’

Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Muhammad bin Kaab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah, suatu hadits dengan rangkuman sebagai berikut: “Bahwasanya ketika dalam peperangan tabuk, ada seseorang yang berkata: “Belum pernah kami melihat seperti para ahli membaca Al-Qur’an (qurra’) ini, orang yang lebih buncit perutnya, dan lebih dusta mulutnya, dan lebih pengecut dalam peperangan”, yang dimaksud adalah Rasulullah  dan para sahabat yang ahli membaca Al-Qur’an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “kau pendusta, kau munafik, aku beritahukan hal ini kepada Rasulullah”, lalu berangkatlah Auf bin Malik kepada Rasulullah untuk memberitahukan hal ini kepada beliau, akan tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu kepada beliau.
Dan ketika orang itu datang kepada Rasulullah beliau sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya, maka berkatalah ia kepada Rasulullah: “ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang yang mengadakan perjalanan untuk menghilangkan penatnya perjalanan”.
Maka Allah Ta’ala menjawabnya melalui firman-Nya: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok (At-Taubah: 65) Sampai dengan firman-Nya: mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (At-Taubah: 66) Sedangkan kedua telapak kaki lelaki itu terseret di atas batu-batuan, tetapi Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam. tidak menolehnya, dan lelaki itu bergantungan pada pedang Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam.

Sebab-Sebab Istihza’

Tentunya ada sebab dibalik seseorang melakukan sebuah tindakan, apalagi yang dia lakukan ialah melecehkan agama. Sebab-sebab tersebut dibagi menjadi dua:
1.      Penyebab dari dalam (diri sendiri)
2.      Penyebab dari yang lain
Penyebab dari dalam:
1.      Iri dengki
2.      Hasad
3.      Sombong
4.      Nifak
5.      Bodoh
6.      Lemahnya iman dan akal
7.      Cinta terhadap harta
Sebab dari luar:
1.      Taqlidul a’ma adalah meniru tanpa mengetahui dasar hukumnya, mereka mengikuti nenek moyang mereka. Jika mereka diperintah untuk mengikuti apa yang dikatakan Alloh, mereka justru menjawab kami mengikuti nenek moyang kami.
2.      Melencengnya pemikiran umat
3.      Lemahnya kekuasaan ulama
Ulama merupakan warisan para nabi, merekalah yang membawa syari’at islam dan yang menyerukan agama islam. Betapa pentingnya ulama dalam kehidupan kita untuk peningkatan segala sisi kehidupan manusia baik amal, perkataan, politik, dan lain-lain.

Hukum Istihza’

Istihzaa’ termasuk salah satu dari pembatal-pembatal keislaman. Dalam ta’liq (syarah) terhadap kitab Aqidah Ath Thahawiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Pembatal-pembatal keislaman sangat banyak. Diantaranya adalah juhud (pengingkaran), syirik dan memperolok-olok agama atau sebagian dari syi’ar agama –meskpin ia tidak mengingkarinya-. Pembatal-pembatal keislaman sangat banyak.
Para ulama dan ahli fiqih telah menyebutkannya dalam bab-bab riddah (kemurtadan). Diantaranya juga adalah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.” Ketika mengomentari surat At Taubah ayat 64-66 di atas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Ayat ini merupakan nash bahwasanya memperolok-olok Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya hukumnya kafir.”

Lalu Apakah Taubat Mereka Diterima?
Tidak ada batas minimal sesuatu itu dikatakan istihza’, karena sekecil apapun itu, bagaimanapun bentuknya istihza’ merupakan suatu kekufuran. Seperti isyarat dengan mulut, tangan, mata meskipun itu tidak diucapkan.
Orang yang menghina Allah Ta’ala dan dien ini tidak diberi udzur (kesempatan untuk minta maaf dengan alasan tertentu) kecuali karena dipaksa, dan Allah Ta’ala tidak memberi udzur kecuali karena sebab dipaksa dengan syarat hatinya masih mantap dengan keimanan sebagaimana firman Allah:

مَن كَفَرَ بِاللهِ مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِاْلإِيمَانِ وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dengan iman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran maka kemurkaaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang besar”.(QS.An-Nahl:106)
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian kafir sesudah beriman. (At-Taubah: 66)
Maksudnya, karena ucapan yang kalian katakan itu, yaitu yang kalian keluarkan untuk memperolok-olok Nabi Saw.
إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً
Jika kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain). (At-Taubah: 66)
Yakni kalian tidak dimaafkan secara keseluruhan, tetapi sebagian dari kalian tetap harus diazab.
Sikap Islam Terhadap Pelaku Istihza’
Allah telah berfirman:
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ أَنْ إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جامِعُ الْمُنافِقِينَ وَالْكافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعاً
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an, bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian), tentulah kalian serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam Jahannam.”
Berkaitan dengan ayat ini, Syaikh Abdurrahman As Sa’di mengatakan dalam tafsirnya “Yakni Allah telah menjelaskan kepadamu hukum syar’i berkaitan dengan menghadiri majelis-majelis kufur dan maksiat. Sesungguhnya kewajiban atas setiap mukallaf (orang yang sudah baligh dan berakal sehat) apabila mendengar ayat-ayat Allah adalah mengimaninya, mengagungkan dan memuliakannya. Itulah maksud diturunkannya ayat-ayat Allah. Dialah Allah yang karena-Nya telah menciptakan makhluk. Lawan dari iman adalah mengkufurinya, dan lawan dari pengagungan adalah melecehkan dan merendahkannya. Termasuk di dalamnya adalah perdebatan orang-orang kafir dan munafik untuk membatalkan ayat-ayat Allah dan mendukung kekafiran mereka.
Yakni jika kamu duduk bersama mereka dalam kondisi seperti itu (Melecehkan agama), maka kalian serupa dengan mereka, karena kalian ridha dengan kekufuran dan pelecehan mereka. Orang yang ridha dengan perbuatan maksiat, sama seperti orang yang melakukan maksiat itu sendiri. Walhasil, barangsiapa menghadiri majelis maksiat, yang disitu Allah didurhakai dalam majelis tersebut, maka wajib atas setiap orang yang tahu untuk mengingkarinya apabila ia mampu, atau ia meninggalkan majelis itu bila ia tidak mampu.”
Bahkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Barangsiapa mencaci maki Allah atau mencaci maki salah seorang nabi-Nya, maka bunuhlah dia!”
Demikianlah sikap Islam ketika ada sebagian orang yang melecehkan ajarannya. Keputusannya tegas bahwa setiap orang yang melecehkan nilai-nilai syariat sampai-sampai ia harus dibunuh. Karena bagaimanapun juga, penghinaan mununjukkan kemunafikan atau kebencian seseorang terhadap apa yang dilecehkannya. Dan sifat ini sangat berlawanan dengan prinsip keimanan itu sendiri. Sehingga jika ada orang muslim yang mengolok-olok ajaran Islam, maka dia dihukumi murtad bahkan para ulama sepakat bahwa orang tersebut tetap dihukumi kafir meskipun dia dalam keadaan jahil. 
Maka dari itu seyogyanya kita sebagai umat islam menjaga tutur kata, jangan sampai lisan kita melontarkan hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan sampai dengan istihza’ bid din. Karena sekecil apapun itu istihza’, ia tetap mendapat dosa.
Semoga makalah yang tersusun dapat memberi nasihat bagi pembaca sekalian sekaligus sebuah peringatan yang keras untuk kita apalagi umat islam untuk tidak sekali-kali mengucapkan sebuah kata penghinaan untuk islam. Wallohu A’lam Bish Showab.
Referensi:
Al-Qur’an Karim
 Ash-Sharim Al-Maslul 
Istihza’ Bid Din
Kitab Tauhid
Syarh Aqidah Thohawiyah
Syarh Nawaqidul Islam
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Karimu Rahman