Menghina
dan Melecehkan Agama
Oleh:
Salma Faizah Arrosyidah
Menghina ialah perbuatan tercela apapun macam dan
bentuknya, kepada siapapun ditujukan. Minimal itu adalah sebuah kedzoliman
kepada sesama hamba dan klimaksnya adalah sebuah kekufuran yang menyebabkan
status seseorang berubah dari muslim ke kafir bahkan hukumannya adalah dibunuh
tanpa harus diminta untuk bertaubat dan meminta maaf.
Akhir-akhir ini umat islam diresahkan dengan ucapan
seorang penghina syari’at islam yang berhasil mengundang amarah. Bagaimana
tidak, yang dihina bukanlah hal yang remeh melainkan agama islam yang mulia
yang dinaungi oleh rahmat-Nya. Maka dari itu kita dituntut untuk berhati-hati
menjaga lisan kita. Islam telah mengajarkan umatnya agar selalu berkata-kata
yang baik dan bermanfaat dan melarang berkata kotor dan menyakiti hati orang
lain.
Definisi
الإستهزاء menurut Bahasa
ialah dari kata الهَزء yang artinya olok-olok, cemooh, ejekan. Menurut istilah ialah menampakkan perbuatan atau perkataan secara sengaja
untuk mencela agama, memandang remeh dan menghina Alloh dan Rosul-Nya.
Dalil Tentang Istihza’
وَلَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ
وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ
كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ
طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ (66)
Dan jika kamu
tanyakan kepada mereka (tentang apa
yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab, "Sesungguhnya
kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah,
"Apakah dengan Allah. Ayat - ayat-Nya, dan Rasul-Nya kalian selalu
berolok-olok?” Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian kafir sesudah
beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran mereka
bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan
mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At-Taubah: 65-66)
Sejarah Istihza’
Diriwayatkan dari Ibnu Umar,
Muhammad bin Kaab, Zaid bin Aslam, dan Qatadah,
suatu hadits dengan rangkuman sebagai berikut:
“Bahwasanya ketika dalam peperangan tabuk, ada seseorang yang berkata:
“Belum pernah kami melihat seperti para ahli membaca Al-Qur’an
(qurra’) ini, orang yang lebih buncit perutnya, dan lebih dusta
mulutnya, dan lebih pengecut dalam peperangan”,
yang dimaksud adalah Rasulullah dan para sahabat yang ahli membaca Al-Qur’an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “kau
pendusta, kau munafik, aku beritahukan hal ini kepada
Rasulullah”, lalu berangkatlah Auf bin Malik kepada
Rasulullah untuk memberitahukan hal ini kepada beliau, akan tetapi sebelum ia
sampai, telah turun wahyu kepada beliau.
Dan ketika orang itu datang kepada
Rasulullah beliau sudah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya, maka
berkatalah ia kepada Rasulullah: “ya Rasulullah, sebenarnya kami hanya bersenda
gurau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang yang mengadakan perjalanan untuk
menghilangkan penatnya perjalanan”.
Maka Allah Ta’ala
menjawabnya melalui firman-Nya: Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan
Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok (At-Taubah: 65) Sampai dengan
firman-Nya: mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (At-Taubah:
66) Sedangkan kedua telapak kaki lelaki itu terseret di atas batu-batuan,
tetapi Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam. tidak menolehnya, dan
lelaki itu bergantungan pada pedang Rasulullah Sholallohu ‘Alaihi Wasallam.
Sebab-Sebab Istihza’
Tentunya ada sebab dibalik
seseorang melakukan sebuah tindakan, apalagi yang dia lakukan ialah melecehkan
agama. Sebab-sebab tersebut dibagi menjadi dua:
1.
Penyebab
dari dalam (diri sendiri)
2.
Penyebab
dari yang lain
Penyebab dari dalam:
1. Iri dengki
2. Hasad
3. Sombong
4. Nifak
5. Bodoh
6. Lemahnya iman dan akal
7. Cinta terhadap harta
Sebab dari luar:
1. Taqlidul a’ma adalah meniru tanpa mengetahui dasar
hukumnya, mereka mengikuti nenek moyang mereka. Jika mereka diperintah untuk
mengikuti apa yang dikatakan Alloh, mereka justru menjawab kami mengikuti nenek
moyang kami.
2. Melencengnya pemikiran umat
3. Lemahnya kekuasaan ulama
Ulama merupakan warisan para nabi, merekalah yang membawa
syari’at islam dan yang menyerukan agama islam. Betapa pentingnya ulama dalam
kehidupan kita untuk peningkatan segala sisi kehidupan manusia baik amal,
perkataan, politik, dan lain-lain.
Hukum Istihza’
Istihzaa’
termasuk salah satu dari pembatal-pembatal keislaman. Dalam ta’liq (syarah)
terhadap kitab Aqidah Ath Thahawiyah, Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “Pembatal-pembatal
keislaman sangat banyak. Diantaranya adalah juhud (pengingkaran), syirik dan
memperolok-olok agama atau sebagian dari syi’ar agama –meskpin ia tidak
mengingkarinya-. Pembatal-pembatal keislaman sangat banyak.
Para ulama
dan ahli fiqih telah menyebutkannya dalam bab-bab riddah (kemurtadan).
Diantaranya juga adalah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.” Ketika
mengomentari surat At Taubah ayat 64-66 di atas, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan: “Ayat ini merupakan nash bahwasanya memperolok-olok Allah,
ayat-ayatNya dan RasulNya hukumnya kafir.”
Lalu Apakah Taubat Mereka Diterima?
Tidak ada batas minimal sesuatu itu dikatakan
istihza’, karena sekecil apapun itu, bagaimanapun bentuknya istihza’ merupakan
suatu kekufuran. Seperti isyarat dengan mulut, tangan, mata meskipun itu tidak
diucapkan.
Orang yang menghina Allah Ta’ala dan dien ini tidak
diberi udzur (kesempatan untuk minta maaf dengan alasan
tertentu) kecuali karena dipaksa, dan Allah Ta’ala tidak memberi udzur kecuali
karena sebab dipaksa dengan syarat hatinya masih mantap dengan keimanan
sebagaimana firman Allah:
مَن كَفَرَ بِاللهِ
مِن بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِاْلإِيمَانِ
وَلَكِن مَّن شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِّنَ اللهِ
وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap
tenang dengan iman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan
dadanya untuk kekafiran maka kemurkaaan Allah menimpanya dan baginya adzab yang
besar”.(QS.An-Nahl:106)
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ
إِيمَانِكُمْ
Tidak usah kalian minta maaf, karena kalian kafir sesudah beriman. (At-Taubah: 66)
Maksudnya,
karena ucapan yang kalian katakan itu, yaitu yang kalian keluarkan untuk
memperolok-olok Nabi Saw.
إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ
طَائِفَةً
Jika kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran mereka bertobat), niscaya Kami
akan mengazab golongan (yang lain). (At-Taubah: 66)
Yakni
kalian tidak dimaafkan secara keseluruhan, tetapi sebagian dari kalian tetap
harus diazab.
Sikap Islam Terhadap Pelaku Istihza’
Allah
telah berfirman:
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتابِ أَنْ
إِذا سَمِعْتُمْ آياتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِها وَيُسْتَهْزَأُ بِها فَلا تَقْعُدُوا
مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذاً مِثْلُهُمْ إِنَّ
اللَّهَ جامِعُ الْمُنافِقِينَ وَالْكافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعاً
“Dan sungguh
Allah telah menurunkan kepada kalian di dalam Al-Qur'an, bahwa apabila kalian
mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang
kafir), maka janganlah kalian duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki
pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kalian berbuat demikian),
tentulah kalian serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan
semua orang munafik dan orang kafir di dalam Jahannam.”
Berkaitan
dengan ayat ini, Syaikh Abdurrahman As Sa’di mengatakan dalam tafsirnya “Yakni
Allah telah menjelaskan kepadamu hukum syar’i berkaitan dengan menghadiri
majelis-majelis kufur dan maksiat. Sesungguhnya kewajiban atas setiap mukallaf
(orang yang sudah baligh dan berakal sehat) apabila mendengar ayat-ayat Allah
adalah mengimaninya, mengagungkan dan memuliakannya. Itulah maksud
diturunkannya ayat-ayat Allah. Dialah Allah yang karena-Nya telah menciptakan
makhluk. Lawan dari iman adalah mengkufurinya, dan lawan dari pengagungan
adalah melecehkan dan merendahkannya. Termasuk di dalamnya adalah perdebatan
orang-orang kafir dan munafik untuk membatalkan ayat-ayat Allah dan mendukung
kekafiran mereka.
Yakni
jika kamu duduk bersama mereka dalam kondisi seperti itu (Melecehkan agama),
maka kalian serupa dengan mereka, karena kalian ridha dengan kekufuran dan
pelecehan mereka. Orang yang ridha dengan perbuatan maksiat, sama seperti orang
yang melakukan maksiat itu sendiri. Walhasil, barangsiapa menghadiri majelis
maksiat, yang disitu Allah didurhakai dalam majelis tersebut, maka wajib atas
setiap orang yang tahu untuk mengingkarinya apabila ia mampu, atau ia
meninggalkan majelis itu bila ia tidak mampu.”
Bahkan
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Barangsiapa mencaci maki Allah atau
mencaci maki salah seorang nabi-Nya, maka bunuhlah dia!”
Demikianlah sikap Islam
ketika ada sebagian orang yang melecehkan ajarannya. Keputusannya tegas bahwa
setiap orang yang melecehkan nilai-nilai syariat sampai-sampai ia harus dibunuh.
Karena bagaimanapun juga, penghinaan mununjukkan kemunafikan atau kebencian
seseorang terhadap apa yang dilecehkannya. Dan sifat ini sangat berlawanan
dengan prinsip keimanan itu sendiri. Sehingga jika ada orang muslim yang
mengolok-olok ajaran Islam, maka dia dihukumi murtad bahkan para ulama sepakat
bahwa orang tersebut tetap dihukumi kafir meskipun dia dalam keadaan jahil.
Maka dari itu seyogyanya kita sebagai umat islam menjaga
tutur kata, jangan sampai lisan kita melontarkan hal-hal yang tidak bermanfaat
bahkan sampai dengan istihza’ bid din. Karena sekecil apapun itu
istihza’, ia tetap mendapat dosa.
Semoga makalah yang tersusun dapat memberi nasihat bagi
pembaca sekalian sekaligus sebuah peringatan yang keras untuk kita apalagi umat
islam untuk tidak sekali-kali mengucapkan sebuah kata penghinaan untuk islam. Wallohu
A’lam Bish Showab.
Referensi:
Al-Qur’an
Karim
Ash-Sharim
Al-Maslul
Istihza’ Bid Din
Kitab Tauhid
Syarh Aqidah Thohawiyah
Syarh Nawaqidul Islam
Tafsir Ibnu Katsir
Tafsir Karimu Rahman
0 komentar:
Posting Komentar