1.
Dari
air susu manusia
Syarat pertama adalah air susu tersebut berasal dari
manusia. Dua orang anak meminum susu yang berasal dari perahan satu kambing
misalnya, maka tidak menjadikan mereka dua saudara mahram. Para ulama tidak
mensyaratkan dari manusia yang masih hidup, contohnya seorang wanita yang
menyusui anak sebanyak empat kali penyusuan lalu ia meninggal, kemudian anak
tersebut masih meminum susunya untuk yang kelima kalinya, maka ia menjadi
mahram dengan anak-anak lain yang pernah disusui oleh wanita tersebut.[1]
2.
Sebanyak
lima kali isapan/ susuan
Para imam berbeda pendapat mengenai bilangan
penyusuan yang dapat menyebabkan mahram.
·
Sebagian di
antara mereka berpendapat, dinilai menjadi mahram hanya dengan penyusuan saja
karena berdasarkan keumuman makna ayat ini. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam
Malik, dan diriwayatkan dari Ibnu Umar. Pendapat ini pulalah yang dikatakan
oleh Sa'id ibnul Musayyab, Urwah ibnuz Zubair, dan Az-Zuhri.
·
Ulama lainnya
mengatakan bahwa tidak menjadikan mahram bila persusuan kurang dari tiga
kali.
Berdasarkan
kepada sebuah hadis di dalam kitab Sahih Muslim: melalui jalur Abdullah bin
Zubair, dari ‘Aisyah r.a, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
"لَا
تُحرِّم المصةُ وَالْمَصَّتَانِ"
“Tidak
menjadikan mahram sekali kenyotan dan tidak pula dua kali kenyotan.”[2]
Qatadah
meriwayatkan dari Abul Khalil, dari Abdullah ibnul Haris, dari Ummul Fadl yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
«لَا
تُحَرِّمُ الرَّضْعَةُ وَلَا الرَّضْعَتَانِ، وَالْمَصَّةُ وَلَا الْمَصَّتَانِ»
“Tidak menjadikan mahram sekali persusuan,
dan (tidak pula) dua kali persusuan; juga sekali sedotan, serta tidak pula dua
kali sedotan.”[3]
Di antara ulama yang berpendapat demikian
ialah Imam Ahmad ibnu Hambal, Ishaq ibnu Rahawaih, Abu Ubaid, dan Abu Sur.
Hadis ini diriwayatkan pula dari Ali, Siti Aisyah. Ummul Fadl, Ibnuz Zubair,
Sulaiman ibnu Yasar. dan Sa'id ibnu Jubair.
·
Ulama lainnya
berpendapat. tidak dapat menjadikan mahram persusuan yang kurang dari lima
kali, karena berdasarkan kepada hadis yang terdapat di dalam kitab Sahih Muslim
melalui jalur Malik, dari Abdullah bin Abu Bakar, dari ‘Amroh, dari Siti Aisyah
r.a. yang menceritakan
كَانَ فِيْمَا أُنْزِلَ مِنَ القُرْآنِ : عَشْرُ رَضَعَاتٍ مَعْلُوْمَاتِ
يُحَرِّمْنَ، ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسِ مَعْلُوْمَاتٍ، فَتُوُفِّيَ رَسُوْلُ اللهِ
صلى الله عليه وسلم وَهنَّ فِيْمَا يُقْرَأُ مِنَ القُرْآنِ
“Bahwa dahulu termasuk di antara ayat
Al-Qur'an yang diturunkan ialah firman-Nya: ‘Sepuluh kali persusuan yang telah
dimaklumi dapat menjadikan mahram.Kemudian hal ini dimansukh oleh lima kali
persusuan yang dimaklumi. Lalu Nabi Saw. wafat, sedangkan hal tersebut termasuk
bagian dari Al-Qur'an yang dibaca.”[4]
3.
Sebelum usia
dua tahun
Kemudian
perlu diketahui bahwa hendaknya masa persusuan harus dilakukan dalam usia masih
kecil, yakni di bawah usia dua tahun, menurut pendapat jumhur ulama yang
diriwayatkan dari Umar, Ali, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, dan
Istri-Istri Rosululloh kecuali Aisyah. Ini pendapat Sya’bi, Abu Tsaur, Auza’i,
Syafi’i, Abu Yusuf dan lain sebagainya.[5]
Pembahasan mengenai masalah ini telah kami kemukakan di dalam surat Al-Baqarah,
yaitu pada tafsir firman-Nya:
{يُرْضِعْنَ
أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ}
Para ibu
hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuannya.
(Al-Baqarah: 233).
Berdasarkan
hadits:
لَارَضَاعَ إِلاَّ مَاكَانَ فِيْ الْحَوْلَيْنِ
(رواه الدارقطني)
“Tidak
termasuk hukum radha’ kecuali menyusui anak di bawah usia dua tahun.”
(HR.Daruquthni)[6]
Lantas
bagaimana dengan penyusuan bagi orang dewasa? Berdasarkan hadits Sahlah bintu
Suhail
عن عائشة
قالت: جاءت سهلة بنت سهيل إلى النبي صلى
الله عليه وسلم فقالت: يا رسول الله ! إني أرى في وجه أبي حذيفة من دخول سالم (وهو
حليفه) . فقال النبي صلى الله عليه وسلم : (أرضعيه) قالت: وكيف أرضعه؟ وهو رجل
كبير. فتبسم رسول الله صلى الله عليه وسلم وقال: ( قد علمت أنه رجل كبير)
وزاد عمرو في
حديثه: وكان قد شهد بدرا. وفي رواية ابن أبي عمر: فضحك رسول الله صلى الله عليه
وسلم.
“’Aisyah berkata: Sahlah bintu Suhail
datang menemui Nabi, katanya:“Wahai Rasulullah, saya melihat sesuatu di wajah
Abu Hudzaifah karena seringnya Salim -bekas
budaknya- masuk ke rumah”.Kata Nabi: “Susuilah dia”.Kata nya: “Bagaimana saya
menyusuinya sedangkan dia laki-laki dewasa?”Rasulullah tersenyum dan berkata:
“Saya tahu dia sudah besar”
‘Amr (rawi hadits) menambahkan riwayatnya: “Dan dia (Salim) ikut
dalam perang Badr”[7]
‘Amr (rawi hadits) menambahkan riwayatnya: “Dan dia (Salim) ikut
dalam perang Badr”[7]
4.
Sampainya air
susu ke perut bayi, baik dengan cara mengisap dari putting susu maupun dengan
cara diminumkan dengan gelas atau sejenisnya. Dan ulama berbeda pendapat pada
permasalahan ini. Namun menurut pendapat yang paling masyhur hukum nikah tidak
haram jika air susu hanya sampai kerongkongan bayi dan tidak masuk ke perut
bayi.[8]
Meskipun ketika sudah sampai perut, lalu ia memuntahkannya maka sudah terjadi
kemahroman.[9]
5.
Bayinya hidup
seperti halnya yang menyusui, jadi tidak ada atsarnya jika yang disusui sudah
meninggal/ mati.[10]
[1]. Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut-Lebanon,
Dar Al-Kotob Ilmiyah), 2008. Jilid 6. jild 6, hlm.410.
[2].
Abu Hasan Muslim Bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahih Muslim (Riyadh, Darut
Thoyibah: 2006), hlm. 662.
[3] Abu Hasan Muslim Bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahih
Muslim (Riyadh, Darut Thoyibah: 2006), hlm 66.
[4] Ibid hlm, 663.
[6]
.Syamsuddin Asy-Syarbini, al-iqna’, (Beirut,Dar Al-kotob Ilmiyah:2014),
jilid 2, hlm 366.
[7].
Imam An-Nawawi, Shohih muslim bi syarhi nawawi, (turki, mua’asasah
qurtub: 1994) hlm 46.
[8]
. dr. Wahbah Az-Zuhaili, Terjemah Al-Fiqhu Islam Wa Adilatuhu,(Jakarta,
Gema Insani) hal 51, jilid 10.
[9]
.Syamsuddin Asy-Syarbini, al-iqna’, (Beirut,Dar Al-Kotob Ilmiyah:2014),
jilid 2,hal 367.
[10]
Ibid
0 komentar:
Posting Komentar