Senin, 06 November 2017

Asy-Syifa' binti Harits

As-Syifa binti Harits
(Guru Wanita Pertama dalam Islam)

Nama lengkapnya ialah As-Syifa’ binti Abdulloh bin Abdi Syams bin Khalaf bin Sadad bin Abdulloh bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab al-Qurasyiyyah al-Adawiyah.
Shahabiyah yang dijuluki dengan Ummu Sulaiman dan istri dari Abu Hutsmah bin Khudzaifah bin Ghanim Al-Qurasyi Al-Adawi ini memiliki kedudukan terhormat di kalangan para shahabiyah lainnya. Ini mengingat, ibunda dari Sulaiman bin Abu Hutsmah ini memiliki kedudukan khusus di sisi Rasulullah, dikarenakan keimanannya yang kokoh kepada Allah dan Rasul-Nya.
Asy-Syifa masuk islam sejak sebelum hijrah. Dia termasuk salah seorang wanita yang bergabung dalam rombongan hijrah pertama, dan telah berbaiat kepada Rasulullah. Bahkan Rasulullah sering mengunjunginya dan istirahat siang di rumahnya.
Mengetahui bahwa Rasulullah kerap singgah di rumahnya, Asy-Syifa pun menyediakan kasur dan sarung khusus untuk tidur beliau. Wajar jika kemudian Asy-Syifa pun memiliki kedudukan yang tinggi di sisi para istri Nabi Muhammad. Dia juga sering berkunjung ke rumah Ummul Mukminin Hafshah untuk mengajarinya baca-tulis
Asy-Syifa’ termasuk wanita yang cerdas dan utama, beliau seorang ulama di antara ulama dalam Islam dan tanah yang subur bagi ilmu dan iman.Asy-Syifa’ ra menikah dengan Abu Hatsmah bin Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak kepada beliau yang bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala beliau masuk Islam beliau tetap memberikan pengajaran kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, beliau disebut sebagai guru wanita pertama dalam islam.
Begitu juga Alloh Ta’ala telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad Sholallohu ‘alaihi wa salam berbagai macam ilmu di dalam Al-Qur’an dan hadits. Semua ajaran itu menjamin kebaikan manusia, baik secara akal, fisik, maupun jiwa. Salah satunya adalah mengenai kesehatan. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa salam mengamalkan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan masalah kesehatan secara rutin.
Dalam hal kesehatan inilah As-Syifa’ memiliki peran yang begitu terlihat, selain kemahirannya dalam hal baca, tulis menulis, ia sangat pandai dalam permasalahan ruqyah. Bahkan ia pandai meruqyah sejak jaman jahiliyah. Maka tatkala beliau masuk islam dan berhijrah beliau berkata kepada Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Aku adalah ahli ruqyah di masa jahiliyah dan aku ingin memperlihatkannya kepadamu.” Lalu Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “perlihatkan kepadaku.” As-Syifa berkata, “Maka, aku perlihatkan cara meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit bisul.” Kemudian Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “meruqyalah dengan cara tersebut dan ajarkan hal itu kepada Hafshoh.”
Sebagaimana di-takhrij oleh Abu Dawud dengan sanad dari Asy-Syifa, bahwasanya dia berkata, “Rasulullah datang kepadaku ketika aku berada di rumah Hafshah. Beliau lalu bersabda kepadaku, “Tidakkah engkau mengajari dia (Hafshah) cara meruqyah eksim sebagaimana engkau mengajarinya baca-tulis?”
Dikarenakan pengetahuannya yang mumpuni dalam bidang kesehatan dan kedokteran, Asy-Syifa pun cukup dihormati Rasulullah yang selalu menyambung tali silaturahmi dengannya. Rasul bahkan memperkenankan Asy-Syifa untuk menempati sebuah rumah di Madinah. Dia tinggal di rumah tersebut bersama putranya, Sulaiman bin Abu Hatsmah.
Inilah, asy-Syifa’ telah mendapatkan bimbingan yang banyak dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam . Sungguh asy-Syifa’ sangat mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam sebagaimana kaum mukminin dan mukminat yang lain, beliau belajar dari hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang banyak tentang urusan dien (agama) dan dunia. Beliau juga turut menyebarkan Islam dan memberikan nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu Ishak dan
Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain. Umar bin Khatthab sangat mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan terkadang beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar.
Begitu pula sebaliknya, Asy-syifa’ juga menghormarti Umar, beliau memandangnya sebagai seorang muslim yang shadiq (jujur), memiliki suri teladan yang baik dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat adil. Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada rombongan pemuda yang sedang berjalan lamban dan berbicara dengan suara lirih, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Itu adalah ahli ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah, Umar adalah orang yang apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan cepat, dan bila memukul mematikan.”
Demikianlah, Asy-Syifa mendedikasikan hidupnya untuk ilmu, amal, zuhud, ibadah, dan berkontribusi kepada orang lain. Semua itu dilakukannya sampai dia kembali kepada Allah SWT. Dia meninggal dunia pada masa Khalifah Umar bin Al-Khatthab, sekitar tahun 20 Hijriyah.
Akhwati sholihah...banyak yang bisa kita ambil teladan dari shohabiyah As-syifa’ yang mempunyai berbagai kelebihan, yakni menjadi guru yang cerdas dan berjasa sepanjang masa. Kita selayaknya menjadi muslimah yang siap menjadi teladan bagi generasi-generasi setelah kita. Kelak kita akan menjadi ibu, dan kitalah yang akan menjadi guru pertama kali bagi anak-anak kita. Maka mari kita perbanyak pengetahuan kita untuk menjadi bekal yang kokoh untuk penerus kita. Semoga Alloh selalu meridhoi kita, Aamiin. Wallohu a’lam bish shawaab.




0 komentar:

Posting Komentar