As-Syifa binti Harits
(Guru Wanita Pertama dalam Islam)
Nama lengkapnya ialah As-Syifa’ binti Abdulloh bin Abdi Syams bin
Khalaf bin Sadad bin Abdulloh bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab
al-Qurasyiyyah al-Adawiyah.
Shahabiyah yang dijuluki dengan Ummu Sulaiman dan istri dari
Abu Hutsmah bin Khudzaifah bin Ghanim Al-Qurasyi Al-Adawi ini memiliki
kedudukan terhormat di kalangan para shahabiyah lainnya. Ini mengingat, ibunda
dari Sulaiman bin Abu Hutsmah ini memiliki kedudukan khusus di sisi Rasulullah,
dikarenakan keimanannya yang kokoh kepada Allah dan Rasul-Nya.
Asy-Syifa masuk islam sejak sebelum hijrah. Dia termasuk
salah seorang wanita yang bergabung dalam rombongan hijrah pertama, dan telah
berbaiat kepada Rasulullah. Bahkan Rasulullah sering mengunjunginya dan
istirahat siang di rumahnya.
Mengetahui bahwa Rasulullah kerap singgah di rumahnya,
Asy-Syifa pun menyediakan kasur dan sarung khusus untuk tidur beliau. Wajar
jika kemudian Asy-Syifa pun memiliki kedudukan yang tinggi di sisi para istri Nabi
Muhammad. Dia juga sering berkunjung ke rumah Ummul Mukminin Hafshah untuk
mengajarinya baca-tulis
Asy-Syifa’ termasuk wanita yang
cerdas dan utama, beliau seorang ulama di antara ulama dalam Islam dan tanah
yang subur bagi ilmu dan iman.Asy-Syifa’ ra menikah dengan Abu Hatsmah bin
Hudzaifah bin Adi dan Allah mengaruniakan seorang anak kepada beliau yang
bernama Sulaiman bin Abi Hatsmah. Asy-Syifa’ dikenal sebagai guru dalam membaca
dan menulis sebelum datangnya Islam, sehingga tatkala beliau masuk Islam beliau
tetap memberikan pengajaran kepada wanita-wanita muslimah dengan mengharapkan
ganjaran dan pahala. Oleh karena itulah, beliau disebut sebagai guru wanita
pertama dalam islam.
Begitu juga Alloh Ta’ala telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad Sholallohu
‘alaihi wa salam berbagai macam ilmu di dalam Al-Qur’an dan hadits. Semua
ajaran itu menjamin kebaikan manusia, baik secara akal, fisik, maupun jiwa.
Salah satunya adalah mengenai kesehatan. Rosululloh Sholallohu ‘alaihi wa salam
mengamalkan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan masalah kesehatan secara rutin.
Dalam hal kesehatan inilah As-Syifa’ memiliki peran yang begitu
terlihat, selain kemahirannya dalam hal baca, tulis menulis, ia sangat pandai
dalam permasalahan ruqyah. Bahkan ia pandai meruqyah sejak jaman jahiliyah.
Maka tatkala beliau masuk islam dan berhijrah beliau berkata kepada Rosululloh
Shalallahu ‘alaihi wassalam, “Aku adalah ahli ruqyah di masa jahiliyah dan aku
ingin memperlihatkannya kepadamu.” Lalu Rosululloh Shalallahu ‘alaihi wassalam
bersabda, “perlihatkan kepadaku.” As-Syifa berkata, “Maka, aku perlihatkan cara
meruqyah kepada beliau yakni meruqyah penyakit bisul.” Kemudian Rosululloh
Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “meruqyalah dengan cara tersebut dan
ajarkan hal itu kepada Hafshoh.”
Sebagaimana di-takhrij oleh Abu Dawud dengan sanad
dari Asy-Syifa, bahwasanya dia berkata, “Rasulullah datang kepadaku ketika aku
berada di rumah Hafshah. Beliau lalu bersabda kepadaku, “Tidakkah engkau
mengajari dia (Hafshah) cara meruqyah eksim sebagaimana engkau mengajarinya
baca-tulis?”
Dikarenakan pengetahuannya yang mumpuni dalam bidang
kesehatan dan kedokteran, Asy-Syifa pun cukup dihormati Rasulullah yang selalu
menyambung tali silaturahmi dengannya. Rasul bahkan memperkenankan Asy-Syifa untuk
menempati sebuah rumah di Madinah. Dia tinggal di rumah tersebut bersama
putranya, Sulaiman bin Abu Hatsmah.
Inilah, asy-Syifa’ telah
mendapatkan bimbingan yang banyak dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
. Sungguh asy-Syifa’ sangat mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam
sebagaimana kaum mukminin dan mukminat yang lain, beliau belajar dari
hadis-hadis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang banyak tentang urusan
dien (agama) dan dunia. Beliau juga turut menyebarkan Islam dan memberikan
nasihat kepada umat dan tidak kenal lelah untuk menjelaskan
kesalahan-kesalahan. Di antara yang meriwayatkan hadis dari beliau adalah
putranya yaitu Sulaiman dan cucu-cucunya, hamba sahayanya yaitu Ishak dan
Hafshah Ummul Mukminin serta yang lain-lain. Umar bin Khatthab
sangat mendahulukan pendapat beliau, menjaganya dan mengutamakannya dan
terkadang beliau mempercayakan kepadanya dalam urusan pasar.
Begitu pula sebaliknya, Asy-syifa’
juga menghormarti Umar, beliau memandangnya sebagai seorang muslim yang shadiq
(jujur), memiliki suri teladan yang baik dan memperbaiki, bertakwa dan berbuat
adil. Suatu ketika asy-Syifa’ melihat ada rombongan pemuda yang sedang berjalan
lamban dan berbicara dengan suara lirih, beliau bertanya, “Apa ini?” Mereka menjawab,
“Itu adalah ahli ibadah.” Beliau berkata: “Demi Allah, Umar adalah orang yang
apabila berbicara suaranya terdengar jelas, bila berjalan melangkah dengan
cepat, dan bila memukul mematikan.”
Demikianlah, Asy-Syifa mendedikasikan hidupnya untuk ilmu,
amal, zuhud, ibadah, dan berkontribusi kepada orang lain. Semua itu
dilakukannya sampai dia kembali kepada Allah SWT. Dia meninggal dunia pada masa
Khalifah Umar bin Al-Khatthab, sekitar tahun 20 Hijriyah.
Akhwati sholihah...banyak yang bisa kita ambil teladan dari
shohabiyah As-syifa’ yang mempunyai berbagai kelebihan, yakni menjadi guru yang
cerdas dan berjasa sepanjang masa. Kita selayaknya menjadi muslimah yang siap
menjadi teladan bagi generasi-generasi setelah kita. Kelak kita akan menjadi
ibu, dan kitalah yang akan menjadi guru pertama kali bagi anak-anak kita. Maka
mari kita perbanyak pengetahuan kita untuk menjadi bekal yang kokoh untuk
penerus kita. Semoga Alloh selalu meridhoi kita, Aamiin. Wallohu a’lam bish
shawaab.
0 komentar:
Posting Komentar